Terkaitdengan tema Guru di Era Digital, bisa dikatakan bahwa siswa yang berupaya untuk menciptakan pengetahuan baru dalam proses konstruksi, membutuhkan daya dukung yang kuat untuk bisa berkreasi dengan maksimal. Daya dukung itu adalah lingkungan belajar, media, termasuk media digital, sumber belajar, termasuk sumber-sumber informasi di internet.
Di abad 21 atau yang sering disebut sebagai era digital, guru memiliki peran yang sangat signifikan dalam pendidikan. Seiring waktu berjalan, tantangan guru di era digital semakin berat dan kompleks. Setiap guru harus mampu menjawab tuntutan perkembangan zaman, dengan terus melakukan update informasi. Tepatnya, di era yang serba digital ini, setiap guru harus mampu beradaptasi dengan cara mengubah metode pembelajaran agar sesuai dengan perkembangan zaman dan tuntutan peserta didik. Era digital telah mengubah pandangan dunia tentang politik, ekonomi, sosial, termasuk juga dalam dunia pendidikan. Khusus dalam dunia pendidikan, era digital sangat mewarnai perkembangan dunia pendidikan. Untuk itu, guru sebagai salah satu stakeholders pendidikan, memiliki peran yang sangat strategis dalam proses pembelajaran di era digital. To read the file of this research, you can request a copy directly from the has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication. Diera yang serba digital ini, tantangan guru pun ada berbagai macam. Mereka harus menyesuaikan cara mengajar dengan kebutuhan generasi muda dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Digitalisasi pendidikan, melahirkan cara baru dalam proses belajar dan pembelajaran.
Abstrak Kecepatan arus informasi yang sangat memungkinkan anak mengetahui sesuatu lebih cepat dari apa yang didapat dibangku sekolah. Bahkan mungkin pula ada banyak hal yang dapat diketahui yang sebenarnya belum waktunya untuk diketahui, mereka mendapatkan informasi dari Google. Kecepatan informasi sebagai akibat kemajuan teknologi informasi tersebut akan mempengaruhi pola kehidupan manusia pada umumnya dan khususnya bagi dunia pendidikan khususnya guru. Di era kemajuan teknologi informasi yang tidak terbatas ruang dan waktu seperti sekarang ini, dapat memungkinkan strategi belajar berpusat kepada siswa, mendorong siswa belajar kreatif dan mandiri, bersiap dalam persaingan global. Pembelajaran berbasis e-learning memberikan keuntungan tersendiri dalam budaya belajar. Pendidik Guru harus mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, memfasilitasi pembelajaran, memahami belajar dan hal hal yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Kemajuan teknologi informasi memberikan peluang dan tantangan yang begitu besar bagi guru untuk terus meningkatkan kompetensinya. Kompetensi guru secara utuh terdiri dari kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi social dan kompetensi keprofesionalan harus terus ditingkatan untuk dapat menjawab tantangan global saat ini. Beberapa upaya yang harus dilakukan dalam menghapi  tantangan pendidik di era milenial ini yaitu diantaranya guru tidak boleh gagap teknologi, memahami kecenderungan yang terjadi terkait Perubahan teknologi informasi. 
Demikianlahinformasi terkait tantangan guru di era digital yangmana guru dituntut untuk mengikuti perkembangan zaman dan diharapkan setiap sekolah dapat mencetak lulusan yang paham akan teknologi agar siswa mampu bersaing di dunia kerja dengan persaingan yang semakin ketat. [Silahkan dibagikan kepada guru-guru di seluruh Indonesia] Di abad 21 atau yang sering disebut sebagai era digital, guru memiliki peran yang sangat signifikan dalam pendidikan. Peran guru kian penting seiring tugas utama yang diembannya, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Alih-alih sebagai tenaga pendidik, seorang guru juga memiliki tanggung jawab besar untuk memajukan dunia pendidikan. Kepada para guru pula, masyarakat menitipkan keberhasilan anak-anaknya mengenyam pendidikan. Seiring waktu berjalan, tantangan guru di era digital kian berat dan kompleks. Setiap guru harus mampu menjawab tuntutan perkembangan zaman, dengan terus melakukan update informasi. Tepatnya, di era yang serba digital ini, setiap guru harus mampu beradaptasi dengan cara mengubah metode pembelajaran agar sesuai dengan perkembangan zaman dan tuntutan siswa. Apa Itu Era Digital? Penting mengetahui apa itu era digital sebelum kita membahas lebih jauh tentang bagaimana guru berperan dalam bidang pendidikan di era digital? Digital adalah sebuah teknologi terkini yang memungkinkan Anda lebih mudah dan cepat menerima informasi apapun serta menyebarluaskannya ke berbagai belahan dunia. Dengan dukungan sistem komputerisasi dan jaringan internet secara penuh, teknologi digital berkembang sangat cepat ke seluruh antero jagat raya. Era digital memang telah menyebabkan dunia tanpa batas borderless. Berkat komputer dan jaringan internet, apapun peristiwa yang terjadi di belahan bumi lain dapat Anda saksikan secara langsung real time. Era digital telah mengubah pandangan dunia tentang politik, ekonomi, sosial, termasuk dalam dunia pendidikan. Khusus dalam dunia pendidikan, era digital sangat mewarnai perkembangan dunia pendidikan. Untuk itu, guru sebagai salah satu stakeholders pendidikan, memiliki peran yang sangat strategis dalam proses pembelajaran di era digital. Agar tidak ketinggalan informasi yang berubah sangat cepat, seorang guru harus terus melakukan updating informasi. Hal ini penting guru lakukan untuk mendukung kelancaran proses belajar mengajar di kelas. Pembelajaran di era digital, termasuk model pembelajaran daring, di tengah pandemi covid-19, menuntut seorang guru untuk lebih kreatif mencari cara pembelajaran yang efektif. Belajar di era digital itu sendiri tidak mengenal ruang dan waktu. Seorang guru harus mampu membawa siswa ke dalam dunia maya dengan segala sifat-sifatnya yang serba digital. Guru di era digital juga bukan semata-mata berperan sebagai tenaga pengajar yang memberikan ilmunya kepada para siswa. Jauh dari itu, seorang guru harus mampu memotivasi dan menginspirasi para siswa. Jika demikian, guru harus muncul sebagai sosok teladan yang baik, yang selalu menjadi contoh bagi para siswa. Agar bisa berperan optimal, seorang guru perlu menjaga profesionalitasnya, baik sebagai pribadi maupun tenaga pendidik. Termasuk meningkatkan kompetensi untuk mengantisipasi perkembangan dalam pembelajaran. Bagaimana Peran Guru di Era Digital? Saat ini, tantangan guru juga semakin besar dan kompleks. Lantas, bagaimana guru menghadapinya? Berikut beberapa peran strategis guru dalam bidang pendidikan di era yang serba digital ini. Mengajarkan Konsep Abstrak Dalam dunia pendidikan, era pendidikan disebut juga dengan era digital. Menyongsong era digital, peran guru menjadi semakin beragam dan kompleks. Apa indikasinya? Peran guru di era digital tidak hanya mengajarkan kepada para murid untuk bisa mengerjakan soal-soal ujian. Lebih kompleks dari itu, siswa tidak hanya bisa menyelesaikan soal namun juga paham akan konsep dasar dari soal yang mereka kerjakan. Dalam hal ini, penguasaan teori menjadi sangat penting. Seorang guru harus memastikan bahwa siswa telah paham tentang konsep dasar suatu ilmu yang mereka pelajari. Dengan menguasai teori/konsep dan prakteknya, siswa akan memahami manfaat ilmu dalam jangka pendek dan jangka panjang. Agar para murid menguasai konsep dasar suatu bidang ilmu, seorang guru bisa mengajarkan konsep-konsep yang bersifat abstrak. Selanjutnya, konsep-konsep yang abstrak itu Anda kombinasikan dengan kegiatan siswa sehari-hari. Karena konsep itu umumnya cukup sulit, guru harus mengajarkannya dengan cara yang mudah mereka pahami. Jelaskan konsep tersebut dengan bahasa yang sederhana agar mereka lebih mudah memahaminya. Tentu, untuk bisa menjelaskan konsep yang sulit dengan bahasa yang sederhana itu bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Sebagai seorang guru di era digital, Anda harus banyak membaca agar selalu update informasi. Anda juga perlu banyak berlatih dan mempersiapkan diri dengan matang sebelum memberikan pelajaran. Mengajarkan konsep abstrak kepada anak-anak akan mendorong mereka memiliki pemahaman teori yang mendalam, sekaligus bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Mengajak Siswa Belajar Aktif Peran guru selanjutnya di era digital ini adalah bagaimana seorang guru bisa memberikan pelajaran kepada para siswanya untuk bisa belajar secara aktif. Artinya, mereka tidak hanya menguasai konsep/teori namun juga menguasai prakteknya. Siswa bisa menerapkan ilmu yang diperoleh untuk membantu masyarakat di lingkungannya. Dalam pembahasan soal isu pencemaran lingkungan, misalnya, seorang guru bukan hanya membuat siswa paham akan bahaya pencemaran lingkungan. Namun juga mendorong siswa untuk turut mencegah terjadinya pencemaran lingkungan. Bagaimana caranya? Guru lantas menunjukkan cara prakteknya, misalnya dengan menyediakan tempat sampah agar siswa tidak membuang sampah di sungai, dsb. Intinya, ajak siswa untuk selalu hidup disiplin dan menghargai lingkungan. Upaya yang Anda lakukan itu juga merupakan bagian dari ajaran agama baca Islam yang perlu Anda sampaikan kepada murid-murid agar lebih paham tentang agamanya. Islam mengajarkan tentang pentingnya hidup bersih dan menjaga lingkungan hidup dari pencemaran. Ini prinsip-prinsip dasar dalam ajaran Islam. Kami, di Prestasi Global menerapkan prinsip-prinsip Islami untuk membantu siswa memahami dan mencintai agama Islam dengan baik. Mari bergabung bersama kami. Menjadikan Pintar Sekaligus Kreatif Hidup di era digital harus memiliki multitalenta. Seorang siswa akan kalah bersaing ketika hanya mengandalkan kecerdasannya tanpa menguasai aspek penting lainnya. Disinilah pentingnya peran guru dalam pendidikan, yakni tidak hanya menjadikan murid pintar namun juga punya kreativitas tinggi. Dua komponen pintar dan kreatif inilah yang siswa butuhkan di era digital. Ada banyak contoh kasus, murid pintar namun miskin kreativitas. Atau sebaliknya, murid kreatif namun dalam hal ilmu kurang menguasai. Adalah menjadi tugas guru untuk mengkombinasikan keduanya. Pintar tapi kurang kreatif bisa Anda lihat dari cara siswa berkomunikasi. Siswa pandai namun kurang kreatif umumnya kurang bisa berbagi ilmu dengan siswa lain. Mengapa? Karena siswa yang kurang kreatif cenderung mengalami masalah dalam komunikasi. Mereka biasanya sulit untuk bergaul dengan temannya yang lain. Mengingat pentingnya kreativitas bagi siswa, guru harus serius dan berupaya keras untuk merealisasikannya. Upaya ini sekaligus untuk mempermudah murid menerima pelajaran dari guru. Dengan menjadikan anak kreatif, mereka juga akan mudah menerima informasi tentang berbagai hal yang berkaitan dengan pendidikan di era digital. Lantas, bagaimana seorang guru bisa melatih kreatifitas anak didiknya? Hal pertama yang harus guru lakukan adalah dengan menambah wawasan. Barangkali akan sulit mengajak anak kreatif sementara gurunya tidak memiliki wawasan yang cukup. Padahal, wawasan yang luas akan menjadikan seorang guru lebih inovatif. Sifat inovatif sendiri merupakan syarat yang harus guru miliki untuk mendukung proses belajar mengajar dan menjadikan muridnya lebih mudah menangkap pelajaran yang ada. Selain wawasan yang luas, kini banyak guru belajar tentang referensi mengajar untuk mendukung usahanya menjadikan siswa kreatif. Jadi, selain wawasan yang luas, guru juga perlu memiliki banyak referensi. Menguasai Bahasa dan Budaya Era digital juga identik dengan dunia tanpa batas. Artinya, dunia digital saat ini tidak mengenal ruang dan waktu serta menghilangkan batas-batas wilayah suatu negara. Dunia kini telah menyatu, yang ditandai dengan semakin bercampurnya bahasa dan budaya di dunia. Isu ini harus disikapi oleh seorang guru untuk mendukung perannya sebagai tenaga pengajar di era digital. Bahasa dan budaya adalah dua aspek penting dan merupakan kunci untuk membuka jendela informasi dunia. Seorang guru tidak bisa mengembangkan metode pembelajaran dengan baik di era digital ini tanpa menguasai bahasa dan budaya yang ada di dunia. Dalam hal penguasaan bahasa, misalnya, seorang guru wajib menguasainya. Sebab, dia akan menghadapi murid-murid dengan berbagai latar belakang bahasa dan budaya yang berbeda. Dan, bahasa yang lazim digunakan dalam pergaulan dunia adalah bahasa Inggris. Sebagai bahasa internasional, bahasa Inggris sudah menjadi alat komunikasi untuk mengajar di sekolah-sekolah internasional. Jadi, untuk mendukung perannya di era global, seorang guru minimal harus menguasai bahasa Inggris. Tentu tidak cukup hanya menguasai secara pasif melainkan harus secara aktif. Apalagi, menjadi bahasa pengantar dalam pembelajaran, seorang guru harus bisa berbicara dalam bahasa Inggris dengan lancar. Secara pribadi, penguasaan bahasa asing baca Bahasa Inggris juga penting dalam rangka meningkatkan kompetensi guru dalam melaksanakan perannya itu. Untuk menguasai bahasa asing, termasuk bahasa Inggris, tidak perlu strategi khusus. Yang Anda perlukan adalah kerja keras, ulet dan pantang menyerah. Anda harus banyak berlatih atau mempraktekkan percakapan dengan teman atau orang lain. Bahkan, jika perlu, sesekali pergi ke tempat-tempat wisata yang banyak dikunjungi wisatawan. Disana, Anda bisa berlatih conversation dengan para turis untuk memperlancar bahasa Inggris Anda. Tidak perlu minder, tetap percaya diri bahasa Anda bisa melakukannya. Kesimpulan Sebagai kesimpulan, tugas dan tanggung jawab guru di era digital ini kian kompleks. Guru memiliki peran yang lebih besar dari sekadar memberikan ilmu kepada peserta didik. Lebih dari itu, seorang harus harus mampu menjadi agen perubahan agent of change bagi murid-muridnya. Guru harus mampu mengubah perilaku murid-murid menjadi pribadi yang mulia dan terpuji. Disinilah peran guru yang tidak akan bisa tergantikan oleh teknologi apapun. Yakni, cara mendidik seorang guru yang berbeda dengan media-media pembelajaran. Seorang guru ketika mendidik siswa-siswanya tentu dilakukan dengan penuh kasih sayang dan kehangatan. Hal yang tidak murid dapatkan ketika belajar dari media-media di internet. Mengingat pentingnya kehadiran seorang guru di tengah-tengah muridnya, saat pandemi covid-19, ada beberapa sekolah yang berani’ menerapkan blended learning ini. Yakni, sebuah praktek pembelajaran yang mengkombinasikan model tatap muka dengan pembelajaran daring online. Akhirnya, peran guru bisa dikatakan berhasil dalam pendidikan di era digital ketika mampu melahirkan anak-anak yang tidak hanya berprestasi di bidang akademik namun juga memiliki sifat yang terpuji dan berbudi luhur. Baca Juga Peran Orang Tua Kepada Anak di Masa Sekarang Sangat Penting! Seberapa Pentingkah Peran Itu?? Apa saja tantangan guru di era digital? Setiap guru harus mampu menjawab tuntutan perkembangan zaman, dengan terus melakukan update informasi. Tepatnya, di era yang serba digital ini, setiap guru harus mampu beradaptasi dengan cara mengubah metode pembelajaran agar sesuai dengan perkembangan zaman dan tuntutan siswa. Apa itu era digital? era digital adalah suatu kondisi kehidupan atau zaman dimana semua kegiatan yang mendukung kehidupan sudah dipermudah dengan adanya teknologi. Bisa juga dikatakan bahwa era digital hadir untuk menggantikan beberapa teknologi masa lalu agar jadi lebih praktis dan modern. Bagaimana peran guru di era digital? 1. Mengajarkan Konsep Abstrak 2. Mengajak Siswa Belajar Aktif 3. Menjadikan Pintar Sekaligus Kreatif 4. Menguasai Bahasa dan Budaya Visited 4,990 times, 1 visits today Tantanganutama guru pada masa kini tidak lebih pada mengatasi dampak teknologi dan globalisasi yang sangat pesat. Dampak dari perkembangan teknologi tidak hanya berimbas pada ilmu pengetahuan saja, namun lebih jauh teknologi juga memengaruhi sosial budaya seseorang. Menjadi guru yang ideal di era digital seperti sekarang tentu tidak mudah
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Menghadapi Tantangan Pendidikan di Era Digital Merangkul Inovasi untuk Masa Depan yang Lebih BaikPendidikan merupakan fondasi penting dalam membangun masyarakat yang berkembang dan berdaya saing. Namun, di era digital yang terus berkembang pesat ini, kita dihadapkan pada berbagai tantangan yang mempengaruhi sistem pendidikan kita. Dalam menghadapi realitas ini, kita perlu merangkul inovasi dan memperkuat pendekatan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masa depan. Salah satu tantangan utama pendidikan saat ini adalah kesenjangan digital. Meskipun teknologi telah menghadirkan peluang baru dalam pembelajaran, masih ada akses terbatas terhadap perangkat dan konektivitas internet, terutama di daerah pedesaan atau daerah terpencil. Untuk mengatasi ini, diperlukan kerjasama antara pemerintah, sekolah, dan sektor swasta dalam memastikan akses teknologi yang merata bagi semua siswa. Program pemerintah yang berfokus pada penyediaan infrastruktur teknologi yang terjangkau dan pelatihan bagi guru tentang penggunaan teknologi dapat menjadi langkah awal yang signifikan. Selain itu, perlu ada perubahan paradigma dalam kurikulum pendidikan. Dunia telah berubah secara dramatis, dengan munculnya teknologi baru, perkembangan ekonomi, dan tantangan global yang semakin kompleks. Kurikulum yang hanya didasarkan pada pengetahuan akademik tradisional tidak lagi memadai. Perlu ada penekanan yang lebih besar pada keterampilan abad ke-21, seperti pemecahan masalah, kreativitas, komunikasi, kolaborasi, dan pemikiran kritis. Guru juga perlu didukung dengan program pengembangan profesional yang mempersiapkan mereka untuk mengajar dan memfasilitasi pembelajaran yang itu, sistem evaluasi dan pengukuran dalam pendidikan juga perlu direformasi. Saat ini, pendidikan sering kali diukur hanya berdasarkan hasil tes standar, yang dapat menciptakan tekanan yang tidak sehat pada siswa dan mengabaikan berbagai aspek penting lainnya, seperti kecerdasan emosional, keterampilan sosial, dan kreativitas. Diperlukan pendekatan yang lebih holistik dalam mengevaluasi kemajuan siswa, yang mencakup penilaian formatif yang berkelanjutan dan penghargaan terhadap berbagai jenis tantangan ini, pendidikan juga harus mempersiapkan siswa untuk menghadapi perubahan yang cepat di dunia kerja. Keahlian yang diperlukan untuk sukses di tempat kerja saat ini dan di masa depan terus berkembang. Oleh karena itu, pendidikan harus mendorong siswa untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat, dengan fokus pada keterampilan yang dapat diadaptasi dan mempromosikan keinginan untuk terus menghadapi tantangan pendidikan di era digital ini, kita perlu merangkul inovasi dan berani melakukan perubahan yang diperlukan. Pendekatan yang kolaboratif antara pemerintah, sekolah, guru, dan sektor swasta akan memainkan peran penting dalam menghadapi tantangan ini. Pendidikan harus menjadi prioritas utama kita, dan kita harus berinvestasi dalam masa depan anak-anak kita dengan menyediakan pendidikan yang berkualitas, relevan, dan inklusif. Dengan cara ini, kita akan mempersiapkan generasi mendatang untuk menghadapi dunia yang kompleks dan memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat global. Lihat Pendidikan Selengkapnya
Gurudan Tantangan Pedagogi Digital pada Era Pandemi. Guru SDN Tebet Timur 07 Arbanur Orbita melakukan kegiatan belajar mengajar secara daring saat kegiatan McClassroom di Jakarta, Selasa (23/11). McDonald's Indonesia mengadakan McClassroom pada tanggal 22-23 November 2021, yang diikuti oleh 300 guru terpilih se-Indonesia untuk mengajar kisah

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Pendidikan kewarganegaraan memiliki peran penting dalam membentuk generasi muda yang memiliki kesadaran akan hak, kewajiban, dan tanggung jawab sebagai warga negara. Dalam era digital yang terus berkembang, tantangan dan peluang baru muncul dalam penyampaian pendidikan kewarganegaraan. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah lanskap pendidikan secara menyeluruh, termasuk pendidikan satu tantangan utama dalam pendidikan kewarganegaraan dalam era digital adalah fluktuasi informasi. Internet menyediakan akses tak terbatas ke informasi dari berbagai sumber, baik yang kredibel maupun tidak kredibel. Tantangan bagi pendidikan kewarganegaraan adalah bagaimana mengajarkan siswa untuk secara kritis memfilter, mengevaluasi, dan memahami informasi yang mereka temui di dunia digital. Siswa perlu dilatih untuk menjadi pembaca yang cerdas dan memiliki kemampuan untuk membedakan fakta dari opini, serta menganalisis dampak dari informasi yang mereka konsumsi terhadap kehidupan itu, tantangan lainnya adalah meningkatnya polarisasi politik dan perpecahan sosial di dunia maya. Media sosial telah menjadi platform untuk ekspresi dan diskusi politik yang luas, namun seringkali juga menjadi tempat terjadinya konflik dan pembentukan kelompok yang saling terisolasi. Pendidikan kewarganegaraan perlu mencari cara untuk mengatasi polarisasi ini dan mendorong siswa untuk berpartisipasi dalam diskusi yang sehat, menghormati pandangan orang lain, dan membangun pemahaman yang inklusif terhadap perbedaan. Namun, era digital juga membawa peluang besar dalam pendidikan kewarganegaraan. Teknologi memungkinkan pendidikan kewarganegaraan menjadi lebih interaktif dan terlibat secara aktif dalam kehidupan masyarakat. Siswa dapat menggunakan media sosial, blog, atau platform online lainnya untuk membagikan pandangan mereka tentang isu-isu sosial dan politik, serta berpartisipasi dalam aksi-aksi kegiatan kewarganegaraan. Hal ini dapat meningkatkan rasa memiliki dan keterlibatan siswa dalam proses demokrasi. Selain itu, teknologi juga memungkinkan akses ke beragam sumber daya pendidikan. Siswa dapat mengakses materi-materi pendidikan kewarganegaraan secara online, termasuk artikel, video, dan konten interaktif lainnya. Mereka dapat belajar tentang sistem politik, hak asasi manusia, keberagaman, dan isu-isu global dengan cara yang lebih menarik dan beragam. Guru juga dapat memanfaatkan teknologi untuk menghadirkan pengalaman belajar yang kreatif, seperti simulasi dan permainan peran. Lihat Pendidikan Selengkapnya

Gurusebagai ujung tombak di sekolah pada era ini dan era selanjutnya ditantang untuk melakukan akselerasi terhadap perkembangan TIK yang dapat mengubah infromasi baik yang tadinya berwujud tulisan, gambar, maupun suara menjadi wujud kumpulan lambang bilangan 0 dan 1, yang sering disebut digital. Dalam bentuk baru semacam ini informasi tersebut Pendahuluan Revolusi industri gelombang keempat adalah tren terbaru teknologi yang sedemikian rupa canggihnya, yang berpengaruh besar terhadap proses produksi pada sektor manufaktur. Teknologi canggih tersebut termasuk di dalamnya adalah kecerdasan buatan, perdagangan elektronik, big data, teknologi finansial, ekonomi berbagi, hingga penggunaan robot. Era macam inilah yang sedang kita hadapi dan diperbincangkan yang kita kenal dengan era industri Digitalisasi sudah mengkontaminasi semua aspek klehidupan sekarang ini, asset atau kekayaan seseorang tidak harus dalam bentuk asset riil karena sekarang sudang ada asset digital misalnya uang digital, kepemilikan saham digital dan lainnya, saat ini, kita sedang berada di era di mana perusahaan ojek, tidak mempunyai kendaraan. Toko baju, elektronik, dan sebagainya, tetapi sebagai penjual tidak perlu mempunyai atau stok barang-barang tersebut. Modal dan biaya produksi di era informasi sudah berubah. Artinya, orang kaya saat ini bisa dimiliki oleh orang yang hanya perlu sedikit lahan, sedikit tenaga kerja, dan juga modal biaya yang juga sedikit. Era inilah yang disebut sebagai era digital atau era informasi. Era yang memunculkan pemuda enterpreuner seperti Nadiem Makarim, CEO Gojek, Ahmad Zaky, CEO Bukalapak, Abdul Wahab CEO Santri Online, Adamas Belva Syah Devara CEO Ruang Guru yang didirikan tahun 2014 dan menjadi startup teknologi dengan misi pendidikan dan lain sebagainya. Era ini akrab dengan penghuninya, yaitu generasi milenial. Di tangan Milenial, dunia berubah dari tangan Mark Zuckerberg, Facebook lahir dan menjelma menjadi salah satu media sosial terbesar paling berpengaruh yang pernah ada. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Digitalisasi Guru Tantangan Ngajar di Era MilenialUjang SuhermanUniversitas Pendidikan IndonesiaPendahuluan Revolusi industri gelombang keempat adalah tren terbaru teknologi yangsedemikian rupa canggihnya, yang berpengaruh besar terhadap proses produksi padasektor manufaktur. Teknologi canggih tersebut termasuk di dalamnya adalahkecerdasan buatan, perdagangan elektronik, big data, teknologi finansial, ekonomiberbagi, hingga penggunaan robot. Era macam inilah yang sedang kita hadapi dandiperbincangkan yang kita kenal dengan era industri sudah mengkontaminasi semua aspek klehidupan sekarang ini, assetatau kekayaan seseorang tidak harus dalam bentuk asset riil karena sekarang sudangada asset digital misalnya uang digital, kepemilikan saham digital dan lainnya, saat ini,kita sedang berada di era di mana perusahaan ojek, tidak mempunyai kendaraan. Tokobaju, elektronik, dan sebagainya, tetapi sebagai penjual tidak perlu mempunyai ataustok barang-barang tersebut. Modal dan biaya produksi di era informasi sudah orang kaya saat ini bisa dimiliki oleh orang yang hanya perlu sedikit lahan,sedikit tenaga kerja, dan juga modal biaya yang juga sedikit. Era inilah yang disebutsebagai era digital atau era informasi. Era yang memunculkan pemuda enterpreunerseperti Nadiem Makarim, CEO Gojek, Ahmad Zaky, CEO Bukalapak, Abdul WahabCEO Santri Online, Adamas Belva Syah Devara CEO Ruang Guru yang didirikan tahun2014 dan menjadi startup teknologi dengan misi pendidikan dan lain sebagainya. Era iniakrab dengan penghuninya, yaitu generasi milenial. Di tangan Milenial, dunia berubahdari tangan Mark Zuckerberg, Facebook lahir dan menjelma menjadi salah satu mediasosial terbesar paling berpengaruh yang pernah dikutip dari artikel Tirto, Generasi Milenial, yang juga punya nama lainGenerasi Y, adalah kelompok manusia yang lahir di atas tahun 1980-an hingga Hasanuddin Ali dan Lilik Purwandi 2017 dalam bukunya Millennial Nusantaramenyebutkan bahwa Generasi milenial adalah mereka yang lahir antara tahun 1982 sampai dengan tahun 2002. Sementara para peneliti sosial dalam negeri lainnyamenggunakan tahun lahir mulai 1980-an sampai dengan tahun 2000-an untukmenentukan generasi milenial Mengenal Generasi Milenial, 2015.Generasi milenial adalah generasi yang pernah melewati milenium kedua sejakteori generasi ini diembuskan pertama kali oleh Karl Mannheim pada 1923. Dalam esaiberjudul The Problem of Generation, sosiolog Mannheim memperkenalkan teorinyatentang generasi. Menurutnya, manusia-manusia di dunia ini akan saling memengaruhidan membentuk karakter yang sama karena melewati masa sosio-sejarah yang manusia-manusia zaman Perang Dunia II dan manusia pasca-PD II pastimemiliki karakter yang berbeda, meski saling memengaruhi. Berdasarkan teori itu, parasosiolog—yang bias Amerika Serikat—membagi manusia menjadi sejumlah generasiGenerasi Era Depresi, Generasi Perang Dunia II, Generasi Pasca-PD II, Generasi BabyBoomer I, Generasi Baby Boomer II, Generasi X, Generasi Y alias Milenial, laluGenerasi sosial-cum-demograf Mark McCrindle dari grup peneliti McCrindle adalahorang pertama yang membuka topik ini tentang nama generasi yang lahir di abad makalah Beyond Z Meet Generation Alpha, ia mengungkapkan, generasiberikutnya akan dinamai sesuai abjad. Itu sebabnya mereka yang lahir setelahGenerasi Z akan dipanggil Generasi A alias Generasi Alfa. Tahun kelahirannya dimulaidari 2010. Menurut McCrindle, Generasi Alfa—yakni anak-anak dari Generasi Milenial—akan menjadi generasi paling banyak di antara yang pernah ada. Sekitar 2,5 jutaGenerasi Alfa lahir setiap minggu. Membuat jumlahnya akan bengkak menjadi sekitar 2miliar pada 2025. Generasi ini juga akrab disebut dengan istilah Google KidsTiga generasi ini – Generasi Y atau Milenial, Generasi Z atau Digital Native, danGenerasi Alfa atau Google Kids- yang secara serius sedang menghadapi era revolusidigital. Karakter generasi ini memiliki kecenderungan jauh lebih tinggi terhadapteknologi dari generasi sebelumnya. Bisa dikatakan, teknologi menjadi sebuahketergantungan. Lalu, apakah masyarakat kita sudah siap menyambut hal itu?Pertanyaan itu sudah selayaknya dilayangkan kepada pendidikan. PembahasanGuru VS Digitalisasi GuruSekolah adalah pintu terdepan menuju kehidupan bermasyarakat dalam proses pembelajaran membawa dampak padakeberhasilan dalam kehidupan nyata, ungkapan itu sering kita dengar dari seorangguru. Namun, realitasnya disparitas antara Generasi X dengan tiga generasisesudahnya masih muncul jurang pemisah. Guru yang didominasi oleh generasisebelum milenial masih meyakini bahwa hal-hal yang pernah mereka dapatkan di masapendidikannya dahulu bisa menjadikan mereka sebagai orang yang berhasil. Asumsiyang melekat seperti itu membuat pola berpikir lingkungan sekolah terpenjara olehteknologi itu sendiri, sedangkan sekolah seharusnya menjadi miniatur masyarakatdengan segala macam bentuknya. Padahal, sahabat Ali bin Abi Thalib RA pernahberpesan “Wahai kaum muslimin, didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannyakarena mereka hidup bukan di zamanmu”.Sekolah sudah harus siap menyambut kedatangan revolusi digital. Pembelajarandalam era digital, dimana seorang guru membuat rekaman pembelajaran tentang babyang akan dibahas kemudian di bagikan di media sosial atau internet, pembelajarantutorial, bahkan sampai ada situs yang khusus memberikan pembelajaran melaluionline seperti ruang siswa dapat menyimak pembelajaran tanpa harus terikatoleh waktu dan lama pembelajaran bisa ditentukan oleh siswa, ini sebuah contohtentang inovasi model pembelajaran. Dan ternyata cara inovasi pembelajaran melalui internet menjadi fenomena yangtersendiri dalam pengembangan pembelajaran karena siswa dapat belajar sesuaidengan yang di inginkannya dan teknik penyampaiannya bisa lebih lugas dan gamblangserta mudah dimengerti oleh siswa. Fenomena ini, kiranya menjadi tantangan bagiguru. Guru yang tidak adaptif terhadap perkembangan teknologi dan globalisasiinformasi akan merasa kesulitan dalam melakukan pembelajaran di era sekarangterlebih guru yang mengajar siswa di generasi internet atau di generasi alpha yangmemiliki kecerdasan melebihi kecerdasan generasi terdahulu. Mungkinkah guru akandigantikan oleh teknologi ? Jika guru tidak mempersiapkan kedatangan revolusi digital itu, bukan hanyadikalahkan oleh teknologi, guru juga akan dikalahkan oleh anak didiknya. Lihatlahkedekatan generasi Z dan Alpha dengan teknologi. Dari sejak dalam kandungan,mereka sudah akrab dengan kamera ibu yang hobi swafoto. Bahkan, ketika anakmereka lahir, anak-anak itu sudah dibuatkan akun media sosial untuk menyimpan foto-foto dan beberapa hal lainnya. Hasilnya, fenomena kecanduan gawai sudah tidak asinglagi. Anak-anak lebih memilih curhat dengan media sosialnya daripada dengan orangtuanya. Bahkan, anak-anak lebih mendengarkan gawai daripada omongan yang muncul, bagaimana seorang guru bersikap dalam menghadapiera digital seperti saat ini? Guru dan institusi pendidikan harus mempersiapkankedatangan generasi baru itu. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 4 hal yang perludiperhatikan pendidikan dalam menyambut generasi digital. Pertama, kenali siswa lebihdalam. Kedua, inovasi paradigma pembelajaran. Ketiga, inovasi manajemen menciptakan ekosistem yang mengenal siswa lebih dalam adalah dasar dari seorang guru. Denganmembaca tentang fenomena munculnya generasi dari Baby Boomers sampai generasiGoogle Kids di atas, hal itu sudah menjadi langkah awal untuk mengetahui bahwazaman berubah. Pendidik sudah seharusnya mengetahui karakteristik siswa abad tidak bisa memaksakan siswa untuk kembali ke masa di mana guru dilahirkan danditempa. Guru yang sepatutnya memiliki karakter guru abad 21 mengikutiperkembangan zaman siswanya. Keterampilan abad 21 yaitu mampu memahami danmemanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi ICT Literacy Skills yang terdiri dari1 melek teknologi dan media; 2 melakukan komunikasi efektif; 3 berpikir kritis; 4memecahkan masalah; dan 5 berkolaborasi. Kedua, inovasi paradigma pembelajaran yang dapat dilakukan yaitupengembangan pembelajaran otentik. Merujuk pengertian pembelajaran dalamUndang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 mendefinisikan bahwa“Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumberbelajar pada suatu lingkungan belajar”. Lingkungan belajar abad 21 perlu dikembanganmelalui sistem instruksional yang harus mempertimbangkan konteks lingkungan eksternalnya yang lebih luas dari sekedar lingkup kelas atau sekolah. Artinya, guru disekolah harus menciptakan tujuan pembelajaran yang mampu membangun kompetensipeserta didik yang sesuai dengan kebutuhan di masa sebelumnya kita mengenal model pembelajaran Contextual TeachingLearning CTL yaitu belajar dari hal-hal yang nyata, kali ini siswa perlu kita ajak untukbelajar dari kenyataan, bukan hanya hal-hal yang nyata saja. Hal itu karena revolusidigital tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga cara berpikir, yaitu melakukan hal-halbaru dengan cara-cara baru yang sepenuhnya memanfaatkan kekuatan teknologi danmedia. Belajar bukan berdasarkan mata pelajaran, tetapi berbasis perlu adanya redefinisi manajemen kelas. Paradigma pendidikan eramilenial mendorong kesetaraan antara guru dan siswa dalam hal mengelola informasipembelajaran. Jika saat ini masih berkeyakinan bahwa guru sebagai sumber belajar, itusalah besar. Mungkin benar guru akan digantikan oleh teknologi, tetapi tidaksepenuhnya. Teori Benyamin S. Bloom yang masih digunakan di Indonesia sampai saatini yaitu kategori kognitif, afektif, dan psikomotorik belum sepenuhnya dapat diajarkanoleh teknologi. Afektif dan psikomotorik menjadi kategori yang masih dan akan tetapperlu campurtangan seorang dahulu guru dianggap sebagai fasilitator, sepertinya saat ini guru harusbertransformasi menjadi pemimpin dalam proses pendidikan di kelas. Walaupun kalahdengan mesin dan anak-anak didiknya sendiri, namun ada yang tidak bisa digantikandari peran seorang guru, yakni sikap keteladanan beserta turunannya, seperti empati,kasih sayang, kepedulian, dan sifat-sifat terpuji lainnya. Dari keteladanan inilah gurumasih bisa mempengaruhi dan mampu mendidik siswa. Siswa bisa berkembangdengan diberi kepercayaan dan kesempatan untuk memimpin. Maka kepemimpinanguru sebagai inti dari manajemen kelas adalah kemampuan untuk berbagi tanggungjawab kepemimpinan dengan semua budaya literasi menjadi prasyarat Abad 21 yang perlu SDM yang literat merupakan usaha pokok untuk meningkatkan kapasitasseseorang dalam produksi berbasis informasi. Menurut Tilaar 19994, yang dituntutdalam masyarakat abad 21 ialah sumber daya manusia yang unggul yang terusmenerus dapat bertahan di dalam sebuah persaingan atau masyarakat yang kompetitif dan menuntut kualitas kehidupan baik dalam produk maupun pelayanan di dalamkehidupan milenial mempunyai rasa ingin tahu yang besar dan juga rasa inginberbagi yang besar pula. Hal itu terlihat dari maraknya persebaran hoaks di masyarakatyang sudah merusak tatanan masyarakat. Motif seseorang menyebarkan hoaks padadasarnya ingin memberi tahu kepada orang lain tentang informasi baru dan ia inginmenjadi orang pertama yang menyebarkan informasi itu. Namun, jika tidak dibarengidengan budaya literasi yang baik, maka nalar kritis siswa tidak dengan literasi, Tajuk Rencana Kompas mengutip dari data Badan PusatStatistik mencatat ada penurunan jumlah buta aksara pada usia 15-59 tahun. Padatahun 2004 masih ada 15,4 juta penduduk yang buta aksara atau 10,2 persen darijumlah penduduk, sedangkan pada 2010 jumlahnya turun menjadi 7,54 juta jiwa atau5,02 persen dari jumlah penduduk. Pada tahun 2017, jumlah ini turun lagi menjadi 3,4juta jiwa atau 2,04 persen dari jumlah penduduk. Masalahnya, hasil penelitianPerpustakaan Nasional tahun 2017 menunjukkan, frekuensi membaca orang Indonesiahanya 3-4 kali per minggu dengan lama waktu membaca per hari 30-59 menit. Tidaksampai satu jam. Waktu membaca ini jauh di bawah UNESCO, yakni 4-6 jam per jumlah buku yang ditamatkan masyarakat Indonesia hanya 5-6 buku kondisi tersebut tidak mencerminkan untuk generasi milenial, generasi zdan generasi alpha karena kecendrungan literasi mereka kepada media informasielektronik lebih tinggi dibanding literasi konvensional dengan sosial dan internet memiliki sisi negatif yang harus diwaspadai, salahpenggunaan akan berakibat fatal dan merugikan, penyebaran informasi sangat denganmudah, perlu ada sikap bijaksana dalam pengelolaan informasi yang bersumber darimedia sosial dan internet, data atau informasi tidak seluruhnya benar bahkan mediainformasi digital ini dijadikan alat untuk menyebar berita bohong hoaks dan ujarankebencian yang mengakibatkan terjadinya krisis sosial di masyarakat . Oleh karena itu,ekosistem literasi perlu dibangun bukan hanya di sekolah, tetapi keluarga danmasyarakat. Membangun ekosistem yang literat meliputi masyarakat yang peduli,sekolah bersinergi, dan didukung keluarga yang harmonis. Implementasi sekolahberbasis masyarakat menjadi landasan berpikir dalam membangun budaya literat ini, begitupun dengan peran guru sebagai fasilitator literasi sehat. Saat dunia tengahberubah menuju era kehidupan berbasis kecerdasan artifisial, maka literasi, dalamartian yang luas, merupakan kecakapan untuk bertahan menghadapi tantangan disrupsitotal yang diprediksi akan terjadi pada dekade ketiga abad tetap pendidikan walaupun berubah jaman pendidikan memegangperan penting dalam pengembangan intelegensi dan martabat bangsa, pendidikanindonesia yang sarat dengan norma dan akidah tetap harus dipertahankan, jangansampai teknologi membentuk akhlak yang tidak baik dan ini perlu peran serta danbimbingan dari seorang guru. Jangan sampai pendidikan sebagai teknik dipercanggih,tetapi pendidikan sebagai etik diterbelakangkan. Guru, sebagai pilar keteladanan bagisiswa tidak dapat digantikan oleh teknologi, karena pendidikan bukan hanya mencetakgenerasi yang berperadaban, tetapi juga generasi yang berkeadaban. Berkeadabaninilah sosok guru diperlukan sebagai mata air keteladanan. Karena guru yang baikbukan yang sekedar pintar, tapi yang mampu memberi inspirasi dan Guru Di Era MilenialGuru masih memegang peran penting yang sangat diperlukan dalam membekalidan membentuk kepribadian anak didik di era digital ini dan menjadikan tantanganyang semakin berat. Berikut ini beberapa kriteria guru di era digital Pertama, guru-guru yang lahir pada era generasi x dan sebelumnya harusmengajar mereka yang lahir pada era berikutnya. Tidak bisa tidak, setiap guru wajibmengikuti perkembangan teknologi. Guru tidak boleh lagi gagap teknologi. Komputerdan gawai harus sudah menjadi keseharian para guru. Media sosial dan berbagaisumber informasi maupun sosialisasi juga harus dipahami para guru sehingga dalamguru akan kaya dengan materi maupun metode pembelajaran. Siswa pun tidak akanmenganggap remeh selain menguasai perkembangan teknologi, guru dituntut jugamemahami kecenderungan yang terjadi terkait perubahan teknologi. Revolusi industripertama ditandai kemunculan mesin menggantikan tenaga manusia dan kedua ditandai dengan kemunculan pembangkit tenaga listrik dan motorpembakaran hingga muncullah pesawat telepon, mobil, pesawat terbang dan sebagainya. Generasi ketiga ditandai dengan kemunculan teknologi digital daninternet. Pada revolusi industri generasi keempat ditandai dengan kemunculansuperkomputer, robot pintar, rekayasa genetika dan perkembangan neuroteknologiyang memungkinkan manusia untuk lebih mengoptimalkan fungsi otak. Muncul pola-pola baru ketika disruptif teknologi hadir begitu cepat dan mengancam keberadaanpola mengikuti perkembangan hasil kemajuan teknologi, guru bakal mampumemberikan sudut pandang, alternatif, bahkan solusi kepada para peserta didik. Disinilah peran guru yang tidak tergantikan oleh tantangan yang tak kalah penting dari para guru adalah bagaimanamenjaga karakter kebangsaan yang potensial terkikis oleh berbagai ideologi mulaidari hedonisme hingga radikalisme yang tidak sesuai dengan Pancasila dan serta nilai-nilai Pancasila lainnya justru sangat strategis ditularkan oleh gurukepada ditengarai sudah muncul guru agama yang tidak mengajarkan toleransi,pentingnya hidup berdampingan secara damai, dan nilai-nilai Pancasila sebagaifondasi kehidupan negara. Pada diri siswa ditanamkan nilai-nilai eksklusif, bahwa diluar kayakinannya adalah media sosial, guru malah ikut serta dalam gelombang ujaran kebencian atauikut serta menyebarkan berita bohong. Intoleransi telah menyebar bukan hanya padawarga biasa yang minim pendidikan, melainkan juga mereka yang terpelajar,termasuk para guru. Karena itu, pemerintah harus memastikan bahwa setiap guru,apa pun mata pelajarannya, memiliki wawasan kebangsaan. Toleransi dan wawasankebangsaan harus ditanamkan pada para siswa oleh setiap guru dan institusi pendidikan harus siap menyambut generasi digital,setidaknyaada 4 hal yang perlu diperhatikan dunia pendidikan dalam menyambut generasi kenali siswa lebih dalam. Kedua, inovasi paradigma pembelajaran. Ketiga,inovasi manajemen kelas. Keempat, menciptakan ekosistem yang literat. Membekali dan membentuk kepribadian anak didik menjadikan tantangan gurudi era digital ini dengan peran teknologi yang bisa menggantikan posisi guru karenaitu seorang guru harus melakukan pembelajaran yang menyesuaikan perkembanganjaman, guru dituntut juga memahami kecenderungan yang terjadi terkait perubahanteknologi, guru bakal mampu memberikan sudut pandang, alternatif, bahkan solusikepada para peserta didik. Di sinilah peran guru yang tidak tergantikan jamannya, seorang guru tetap seorang guru yang menjadisuritauladan muridnya, yang menjadi sumber inspirasi dan gudang jawaban dariseribu jawaban muridnya, karena itu image guru harus tetap dijaga dan dikultuskankesuciannya. Jangan karena tenologi guru hilang martabat dan harga Pustaka1. Uno, kependidikan problema,solusi dan reformasi pendidikan di Indonesia,Jakarta Aksara2007.1462. Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam Tradisi Dan Modernisasi Di Tengah Tantangan Milenium III. Jakarta Kencana Prenada Media Group, Tilaar Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Indonesia. Magelang Ali, H., & Lilik Purwandi. 2017. Millennial Nusantara Pahami Karakternya, Rebut Simpatinya. Jakarta PT Gramedia Pustaka 6. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication. Halini dilaksanakan secara luring karena kondisi di desa Idai yang belum adanya listrik serta sinyal yang sulit sehingga tidak memungkinkan untuk dilaksanakan secara daring. Selain itu juga kondisi jarak yang jauh dari pusat kota yaitu kurang lebih 10 jam menjadi tantangan tersendiri bagi Guru yang bertugas di SDN 29 Idai ini. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. WARDAH HAMIDAHPendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakartawardahahamidah Teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang dengan cepat di Indonesia melahirkan perubahan di semua bidang kehidupan manusia, baik sosial, budaya, ekonomi, politik, hukum, dan terutama dalam bidang pendidikan. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membawa pergeseran dari era pengetahuan menuju era informasi dan komunikasi. Transisi tersebut menkonstruksi informasi menjadi pengetahuan yang dapat dikomunikasikan dengan mudah dan cepat secara luas kepada siapapun dan dimanapun sehingga siapa saja dapat menerima informasi tersebut dan tidak ada yang terisolasi dari informasi. Namun pada kenyataannya, kemajuan tersebut tidak berbanding lurus dengan kemajuan guru. Dapat dilihat kekontrasan antara guru dan murid yang mana kebanyakan guru masih terpaku pada tradisi tekstual sedangkan murid sudah lebih maju dalam hal digital. Akibatnya, timbul ketidaksesuaian dengan gaya mengajar guru pada murid di zaman ini. Informasi dan pengetahuan menjadi bersifat sementara dan singkat yang mana diakibatkan oleh perkembangan teknologi internet dan kemajuan teknologi digital yang terakselerasi Tapscott dalam Latif, 2020 613-621. Sehingga dibutuhkannya pembaharuan secara konstan dengan perkembangan dan peningkatan kemampuan diri. Dunia pendidikan pun terpengaruhi secara mendasar, mulai dari cara pandang terhadap pengetahuan sampai pada cara pengetahuan itu diajarkan kepada peserta didik. Dunia pendidikan ikut terpengaruh terutama pada guru, tenaga kependidikan, dan cara agar kompetensi guru dapat diorientasikan terhadap perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di kehidupan masyarakat digital saat satu cara untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia SDM adalah melalui pendidikan. Pendidikan merupakan wadah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan masyarakat, serta pengembangan nilai-nilai, norma-norma, pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik. Pendidikan yang berkualitas maka akan menghasilkan SDM yang berkualitas pula, maka perlu untuk dilakukan perubahan serta peningkatan kualitas seorang pendidik yang disesuaikan dengan perkembangan zaman, sehingga kesejahteraan masyarakat dapat era yang serba digital ini, kehadiran guru tidak hanya dilihat melalui kharismanya saja. Hal itu lah yang membedakan guru pada abad ini dari abad sebelumnya. Karna pada abad ini, ilmu pengetahuan mudah diakses dari mana saja dan tidak terpaku hanya dari guru dan buku. Sehingga guru pada abad ini diharapkan mampu berkomunikasi dan beradaptasi sesuai perkembangan zaman. Guru juga dituntut untuk dapat berinovasi dan berkreasi dalam melakukan proses pemberian ilmu kepada peserta didik karena sistem pembelajaran yang dulu dianggap sudah kuno dan harus disesuaikan dengan peserta didik zaman sekarang yang cenderung lebih melek di era digital ini harus dihadapi oleh guru dalam mendidik peserta didik, maka dibutuhkannya pelatihan untuk guru-guru agar lebih melek teknologi dan dapat memanfaatkan kemajuan digital dalam mendidik peserta didik. Sebab, gaya mengajar yang lama sudah dianggap ketinggalan zaman dan perlu untuk dilakukan pembaharuan agar sesuai dengan karakter peserta didik di zaman ini. Konsep multy channel learning dapat guru terapkan dalam metode pembelajaran karna konsep tersebut memperlakukan peserta didik sebagai pelajar yang dinamis, maksudnya dapat belajar dari mana saja, kapan saja, dari siapa saja, dan dari berbagai sumber. Maka disini guru sebagai fasilitator untuk menunjukan kompetensi yang harus dipenuhi siswa dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk dapat belajar dari berbagai sumber yang dapat ditemukan di GURU DI ERA DIGITAL Metode pembelajaran yang mana memusatkan guru sebagai seorang yang aktif memberikan ilmu dan peserta didik yang bersifat pasif atau hanya menerima apa yang diajarkan oleh guru dianggap sudah kuno dan ketinggalan jaman. Sebab, di zaman yang teknologi dan informasi yang sudah berkembang pesat, siapa saja bisa mendapatkan ilmu atau informasi dari mana pun karena internet memudahkan siapa saja bisa mengaksesnya tanpa terhalang ruang dan waktu. Maka diperlukan orientasi baru dalam pendidikan yang mana menekankan pada konstruksi aktif siswa dalam melakukan pencarian informasi dari berbagai sumber yang akan berguna bagi baru ini memfokuskan pada kegiatan pembelajaran yang menuntut motivasi diri siswa self-motivated dan pengaturan diri sendiri self-regulated Latif, 2020 613-621. Sehingga pengetahuan serta pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik dapat dikonstruksi dan diterapkan dalam hal-hal tertentu yang dihadapi oleh peserta didik. Untuk itu diperlukan partisipasi secara aktif serta perkembangan pribadi melalui pendidikan interaktif untuk memperoleh pengetahuan. Maka peserta didik tidak hanya menerima pengetahuan secara pasif sesuai dengan yang telah dirancang oleh orang guru dalam mendidik peserta didik di era digital seperti sekarang ini adalah masih banyak guru yang menerapkan metode pembelajaran yang terkesan kuno, terutama guru-guru yang sudah berumur tua. Sedangkan peserta didik sudah lebih modern. Sehingga menimbulkan perbedaan dan ketidaknyambungan di antara keduanya. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa peserta didik sudah tidak cocok lagi dengan sistem pendidikan abad 20. Namun, masih banyak guru yang masih belum memahami akan hal ini dan cenderung lamban dalam mengejar laju modernisasi pendidikan. Sehingga peserta didik sudah mampu memperoleh informasi secara cepat dari berbagai sumber di multimedia, sedangkan guru memberikan informasi masih lambat dari sumber yang terbatas. 1 2 3 Lihat Pendidikan Selengkapnya kBHi.
  • 86w3av3dd6.pages.dev/189
  • 86w3av3dd6.pages.dev/305
  • 86w3av3dd6.pages.dev/302
  • 86w3av3dd6.pages.dev/83
  • 86w3av3dd6.pages.dev/233
  • 86w3av3dd6.pages.dev/357
  • 86w3av3dd6.pages.dev/226
  • 86w3av3dd6.pages.dev/132
  • 86w3av3dd6.pages.dev/33
  • tantangan guru di era digital